Hidrotoraks, Pneumotoraks, dan Hidropneumotoraks

PNEUMOTORAKS, HIDROTORAKS, DAN HIDROPNEUMOTORAKS


A.    Definisi

a.       Pneumotoraks
Pneumotoraks adalah keadaan dimana terdapat udara bebas di dalam rongga pleura. Pneumotoraks adalah paru dapat kolaps sebagian atau total sehubungan dengan pengumpulan udara. ( Doengoes, Maryllin. 2000 ). Dalam keadaan normal rongga pleura tidak berisi udara, supaya paru-paru leluasa mengembang terhadap rongga thoraks.
b.      Hidrotoraks
Hidrotoraks (efusi pleura) adalah pengumpulan cairan di dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal, hanya ditemukan selapis cairan tipis yang memisahkan kedua lapisan pleura.
Jenis cairan lainnya yang bisa terkumpul di dalam rongga pleura adalah darah (hemotoraks), nanah (empiema), cairan seperti susu (kilotoraks) dan cairan yang mengandung kolesterol tinggi.
c.       Hidropneumotoraks
Hidropneumotoraks adalah suatu keadaan dimana terdapat udara dan cairan di dalam rongga pleura yang mengakibatkan kolapsnya jaringan paru. Cairan ini bisa juga disertai dengan nanah (empiema) dan hal ini di namakan dengan piopneumotoraks.

B.     Etiologi

1.      Pneumotoraks
Ada beberapa macam peneumotoraks antara lain:
ü  Penumotoraks spontan primer adalah pneumotoraks yang terjadi tanpa riwayat penyakit paru sebelumnya ataupun trauma, kecelakaan, dan dapat terjadi pada individu yang sehat.
ü  Pneumotoraks spontan sekunder adalah pneumotoraks yang terjadi pada penderita yang mempunyai riwayat penyakit paru misalnya PPOK, TB paru dan lain-lain.
ü  Pneumotoraks traumatik adalah pneumotoraks yang terjadi karena trauma di dada, kadang disertai dengan hematopneumotoraks. Perdarahan yang timbul dapat berasal dari dinding dada ataupun paru itu sendiri.
ü  Pneumotoraks iatrogenik adalah pneumotoraks yang terjadi pada saat kita melakukan tindakan diagnostik seperti trantorakal biopsi, punksi pleura.
ü  Pneumotoraks katamenial (catamenial/ monthly penumotoraks) adalah pneumotoraks yang terjadi sehubungan dengan siklus menstruasi.
Menurut jenis kebocorannya pneumotoraks dapat dibagi dalam:
ü  Pneumotoraks tertutup
ü  Pneumotoraks terbuka
ü  Pneumotoraks ventil/tertekan
2.      Hidrotoraks
Bisa terjadi 2 jenis efusi yang berbeda:
ü  Efusi pleura transudativa, biasanya disebabkan oleh suatu kelainan pada tekanan normal di dalam paru-paru. Jenis efusi transudativa yang paling sering ditemukan adalah gagal jantung kongestif.
ü  Efusi pleura eksudativa terjadi akibat peradangan pada pleura, yang seringkali disebabkan oleh penyakit paru-paru. Kanker, tuberkulosis dan infeksi paru lainnya, reaksi obat, asbetosis dan sarkoidosis merupakan beberapa contoh penyakit yang bisa menyebabkan efusi pleura eksudativa. 
Berdasarkan jenis cairan yang terkumpul:
Hemotoraks (darah di dalam rongga pleura) biasanya terjadi karena cedera di dada. Penyebab lainnya adalah:
·         Pecahnya sebuah pembuluh darah yang kemudian mengalirkan darahnya ke dalam rongga pleura
·         Kebocoran aneurisma aorta (daerah yang menonjol di dalam aorta) yang kemudian mengalirkan darahnya ke dalam rongga pleura
·         Gangguan pembekuan darah. Darah di dalam rongga pleura tidak membeku secara sempurna, sehingga biasanya mudah dikeluarkan melelui sebuah jarum atau selang.
Empiema (nanah di dalam rongga pleura) bisa terjadi jika pneumonia atau abses paru menyebar ke dalam rongga pleura. Empiema bisa merupakan komplikasi dari:
·         Pneumonia
·         Infeksi pada cedera di dada
·         Pembedahan dada
·         Pecahnya kerongkongan
·         Abses di perut.
Kilotoraks (cairan seperti susu di dalam rongga dada) disebabkan oleh suatu cedera pada saluran getah bening utama di dada (duktus torakikus) atau oleh penyumbatan saluran karena adanya tumor.

C.    Patofisiologi

Tekanan di dalam rongga pleura negatif selama siklus respirasi berlangsung. Tekanan negatif tersebut disebabkan pengembangan dada. Jaringan paru mempunyai kecenderungan menjadi kolaps karena sifat elastik (elastic recoil). Bila ada kebocoran antara alveoli dengan rongga pleura, udara akan berpindah dari alveoli ke dalam rongga pleura sampai terjadi tekanan yang sama atau sampai kebocoran tertutup sehingga paru akan kolaps (menguncup) karena sifat paru yang elastik. Hal yang sama terjadi bila terdapat hubungan langsung (kebocoran) antara dinding dada dengan rongga pleura. Pneumotoraks spontan primer (PSP) terjadi karena rupture blep subpleura, biasanya terletak di apeks. Patogenesisnya belum jelas, diduga disebabkan tekanan transpulmoner di apeks lebih besar daripada bagian bawah paru. Penyebab lainnya karena kelainan kongenital, inflamasi bronkial ataupun ruptur trakeobronkial.
Hidrothorak dapat timbul dengan cepat setelah terjadinya pneumothoraks pada kasus-kasus trauma/perdarahan intrapleura atau perfosari esofagus (cairan lambung masuk kedalam rongga pleura). 

D.    Manifestasi Klinis

1.   Pneumotoraks
.     Dispnea (jika luas)
.     Nyeri pleuritik hebat
.   Trakea bergeser menjauhi sisi yang mengalami pneumotoraks, trakea bisa terdorong ke salah satu sisi karena terjadinya penngempisan paru-paru. 
.     Takikardia
.     Sianosis (jika luas)  
.     Pergerakan dada berkurang dan terhambat pada bagian yang terkena
.     Perkusi hipersonor diatas pneumotoraks
.     Perkusi meredup diatas paru yang kolaps
.     Suara napas berkurang atau tidak ada pada sisi yang terkena
.     Fremitus vocal dan raba berkurang
2.      Hidrothoraks
·         Dispnea bervariasi
·         Nyeri pleuritik biasanya mendahului efusi jika penyakit pleura
·         Trakea bergeser menjauhi sisi yang mengalami efusi
·         Ruang interkostal menonjol (efusi yang berat)
·         Pergerakkan dada berkurang dan terhambat pada bagian yang terkena
·         Perkusi meredup diatas efusi pleura
·         Egofoni diatas paru yang tertekan dekat efusi
·         Suara napas berkurang diatas efusi pleura
·         Fremitus vocal dan raba berkurang

E.     Pemeriksaan Diagnostik

Biasanya ditemukan anamnesis yang khas, yaitu rasa nyeri pada dada seperti ditusuk, disertai sesak nafas dan kadang-kadang disertai dengan batuk-batuk. Rasa nyeri dan sesak nafas ini makin lama dapat berkurang atau bertambah hebat. Berat ringannya perasaan sesak nafas ini tergantung dari derajat penguncupan paru, dan apakah paru dalam keadaan sakit atau tidak. Pada penderita dengan COPD, pneumotoraks yang minimal sekali pun akan menimbulkan sesak nafas yang hebat. Sakit dada biasanya datang tiba-tiba seperti ditusuk-tusuk se tempat pada sisi paru yang terkena, kadang-kadang menyebar ke arah bahu, hipokondrium dan skapula. Rasa sakit bertambah waktu bernafas dan batuk. Sakit dada biasanya akan berangsur-angsur hilang dalam waktu satu sampai empat hari.
Batuk-batuk biasanya merupakan keluhan yang jarang bila tidak disertai penyakit paru lain; biasanya tidak berlangsung lama dan tidak produktif. Keluhan-keluhan tersebut di atas dapat terjadi bersama-sama atau sendiri-sendiri, bahkan ada penderita pneumotoraks yang tidak mempunyai keluhan sama sekali. Pada penderita pneumotoraks ventil, rasa nyeri dan sesak nafas ini makin lama makin hebat, penderita gelisah, sianosis, akhirnya dapat mengalami syok karena gangguan aliran darah akibat penekanan udara pada pembuluh darah di mediastinum.
Pemeriksaan fisik:
a)      Inspeksi, mungkin terlihat sesak nafas, pergerakan dada berkurang, batukbatuk, sianosis serta iktus kordis tergeser kearah yang sehat.
b)      Palpasi, mungkin dijumpai spatium interkostalis yang melebar Stemfremitus melemah, trakea tergeser ke arah yang sehat dan iktus kordis tidak teraba atau tergeser ke arah yang sehat.
c)      Perkusi; Mungkin dijumpai sonor, hipersonor sampai timpani.
d)     Auskultasi; mungkin dijumpai suara nafas yang melemah, sampai menghilang.
Pada hidrotoraks dapat dilaksanakan pemerikasaan laboratorium: analisis cairan efusi, yang diambil lewat torakosentesis. Dalam foto toraks terlihat hilangnya sudut konstofrenikus dan akan terlihat permukaan yang melengkung jika jumlah cairan efusi lebih dari 300 ml, pergeseran mediastinum kadang ditemukan.
Pada gambaran radiologi hidropneumothorax merupakan perpaduan antara gambaran radiologi dari efusi pleura dan pneumothorax. Pada hidropneumothorax cairan pleura selalu bersama-sama udara, maka meniscus sign tidak tampak. Pada foto lurus maka akan dijumpai air fluid level meskipun cairan sedikit. Pada foto tegak terlihat garis mendatar karena adanya udara di atas cairan.
Gambaran radiologi padahidropneumothorax ini ruang pleura sangat translusen dengan tak tampaknya gambaran pembuluh darah paru, biasanya tampak garis putih tegas membatasi pleura visceralis yang membatasi paru yang kolaps, tampak gambaran semiopak homogen menutupi paru bawah, dan penumpukan cairan di dalam cavum pleura yang menyebabkan sinus costofrenikus menumpul.

F.     Penatalaksanaan

Setelah diagnosis pneumotoraks dapat ditegakkan, langkah selanjutnya yang terpenting adalah melakukan observasi yang cermat. Oleh karena itu penderita sebaiknya dirawat di rumah sakit, mengingat sifat fistula pneumotoraks dapat berubah sewaktu-waktu yaitu dari pneumotoraks terbuka menjadi tertutup ataupun ventil. Sehingga tidak jarang penderita yang tampaknya tidak apa-apa tiba-tiba menjadi gawat karena terjadi pneumotoraks ventil atau perdarahan yang hebat. Kalau kita mempunyai alat pneumotoraks, dengan mudah kita dapat menentukan jenis pneumotoraks apakah terbuka, tertutup, atau ventil. Apabila penderita datang dengan sesak nafas, apalagi kalau sesak nafas makin lama makin bertambah kita harus segera mengambil tindakan. Tindakan yang lazim dikerjakan ialah pemasangan WSD (Water Seal Drainage). Apabila penderita sesak sekali sebelum WSD dapat dipasang, kita harus segera menusukkan jarum ke dalam rongga pleura. Tindakan sederhana ini akan dapat menolong dan menyelamatkan jiwa penderita. Bila alat-alat WSD tidak ada, dapat kita gunakan infus set, dimana jarumnya ditusukkan ke dalam rongga pleura ditempat yang paling sonor waktu diperkusi. Sedangkan ujung selang infus yang lainnya dimasukkan ke dalam botol yang berisi air. Pneumotoraks tertutup yang tidak terlalu luas (Kurang dari 20% paru yang kolaps) dapat dirawat secara konservatif, tetapi pada umumnya untuk mempercepat pengembangan paru lebih baik dipasang WSD.
Pneumotoraks terbuka dapat dirawat secara konservatif dengan mengusahakan penutupan fistula dengan cara memasukkan darah atau glukosa hipertonis kedalam rongga pleura sebagai pleurodesi. Ada juga para ahli yang mengobati pneumotoraks terbuka dengan memasang WSD disertai penghisap terus menerus.
Pada hidrotoraks dapat dilaksanakan:
a.       Drainase cairan jika efusi pleura menimbulkan gejala subyektif seperti nyeri, dispnea, dan lain-lain. Cairan efusi pleura sebanyak 1-1,5 liter perlu dikeluarkan segera untuk mencega meningkatnya edema paru, jika jumlah cairan efusi lebih banyak maka pengeluaran cairan berikutnya baru dapat dilakukan 1 jam kemuadian.
b.      Antibiotic, jika terdapat empiema.
c.       Pleurodesis
d.      Operatif

G.    Komplikasi

1.      Pneumothoraks

a)      Tension Pneumothoraks atau Pneumothoraks Ventiel : komplikasi ini terjadi karena tekanan dalam rongga pleura meningkat sehingga paru mengempis lebih hebat, mediastinum tergeser kesisi lain dan mempengaruhi aliran darah vena ke atrium kanan. Pada foto sinar tembus dada terlihat mediastinum terdorong kearah kontralateral dan diafragma tertekan kebawah sehingga menimbulkan rasa sakit. Keadaan ini dapat mengakibatkan fungsi pernafasan sangat terganggu yang harus segera ditangani kalau tidak akan berakibat fatal.
b)      Pio-pneumothoraks : terdapatnya pneumothoraks disertai empiema secara bersamaan pada satu sisi paru. Infeksinya berasal dari mikro-organisme yang membentuk gas atau dari robekan septik jaringan paru atau esofagus kearah rongga pleura.
c)      Hidro-pneumothoraks/hemo-pneumothoraks: pada kurang lebih 25% penderita pneumothoraks ditemukan juga sedikit cairan dalam pleuranya. Cairan ini biasanya bersifat serosa, serosanguinea atau kemerahan (berdarah). Hidrothorak dapat timbul dengan cepat setelah terjadinya pneumothoraks pada kasus-kasus trauma/perdarahan intrapleura atau perfosari esofagus (cairan lambung masuk kedalam rongga pleura).
d)     Pneumomediastinum dan emfisema subkutan : Pneumomediastinum dapat ditegakkan dengan pemeriksaan foto dada. Insidennya adalah 15 dari seluruh pneumothoraks. Kelainan ini dimulai robeknya alveoli kedalam jaringan interstitium paru dan kemungkinan diikuti oleh pergerakan udara yang progresif ke arah mediastinum (menimbulkan pneumomediastinum) dan kearah lapisan fasia otot-otot leher (menimbulkan emfisema subkutan).
e)      Pneumothoraks simultan bilateral: Pneumothoraks yang terjadi pada kedua paru secara serentak ini terdapat pada 2% dari seluruh pneumothoraks. Keadaan ini timbul sebagai lanjutan pneumomediastinum yang secara sekunder berasal dari emfisem jaringan enterstitiel paru. Sebab lain bisa juga dari emfisem mediastinum yang berasal dari perforasi esophagus.
f)       Pneumothoraks kronik: Menetap selama lebih dari 3 bulan. Terjadi bila fistula bronko-pleura tetap membuka. Insidensi pneumothoraks kronik dengan fistula bronkopleura ini adalah 5 % dari seluruh pneumothoraks. Faktor penyebab antara lain adanya perlengketan pleura yang menyebabkan robekan paru tetap terbuka, adanya fistula bronkopelura yang melalui bulla
g)       Infeksi sekunder sehingga dapat menimbulkan pleuritis, empiema.
h)       Gangguan hemodinamika.
i)        Pada pneumotoraks yang hebat, seluruh mediastinum dan jantung dapat tergeser ke arah yang sehat dan mengakibatkan penurunan kardiak "output", sehingga dengan demikian dapat menimbulkan syok kardiogenik.
j)        Emfisema; dapat berupa emfisema kutis atau emfisema mediastinalis
2.      Hidrotoraks
a)      Infeksi
b)      Fibrosis paru

H.    Asuhan Keperawatan

1.      Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal yang dilakukan oleh perawat untuk mendapatkan data-data yang dibutuhkan sebelum melakukan asuhan keperawatan. Pengkajian pada klien Pneumotoraks dapat dilakuakan dengan teknik wawancara dan pemeriksaan fisik, serta menganal masalah klien dimulai dengan mengumpulkan data untuk mengidentifikasi masalah kesehatan yang aktual maupun resiko.
Data tersebut dikumpulkan berdasarkan data subjektif dan data objektif. Data subjektif itu sendiri adalah data yang diungkapkan oleh klien atau keluraga klien. Sedangkan data objektif yaitu data yang dihasilkan melalui observasi, pemeriksaan fisik dan hasil pemeriksaan diagnostik.
Adapun tahapan dalam pengkajian kilen dengan Pneumotoraks meliputi menurut ( Doengoes, Meryllin 2000 ) meliputi :
a.       Identitas klien : Nama, jenis kelamin, suku dan pendidikan.
b.      Riwayat kesehatan keluarga : Adakah keluarga menderita penyakit yang sama atau penyakit paru lainnya.
c.       Riwayat sosial, ekonomi, pendidikan, pekerjaan dan lingkungan.
d.      Riwayat kesehatan sekarang : meliputi kesehatan sekarang.
e.       Riwayat Psikologis penting sekali dikaji oleh perawat pada paisen Pneumotoraks terutama dengan pemasangan WSD seperti adanya rasa cemas dengan keadaan sakitnya.
f.       Pola kebiasaan sehari-hari merupakan pola hidup pasien sehari-hari sebelum pasien masuk ke rumah sakit, seperti kebiasaan makan dan minum, eliminasi, tidur, istirahat, aktivitas, olahraga, kebiasaan melakukan ibadah dan kebisaan merokok.
1)      Aktivitas istirahat
Gejala : Dispneu dengan aktivitas maupun istirahat
2)      Sirkulasi
Tanda : Takikardia, disritmia, hipertensi / hipotensi.
3)      Intergritas Ego
Tanda : Ketakutan, gelisah
4)      Makanan / cairan
Tanda : Adanya pemasangan IV sentral/ infus tekanan.
5)      Nyeri
Gejala tergantung pada Ukuran / area yang terlibat : Nyeri dada unilateral, meningkat karena pernafasan, batuk, timbul tiba - tiba gejala sementara batuk atau regangan, tajam dan nyeri menusuk yang diperberat oleh nafas dalam kemungkinan menyebar keleher, bahu, abdomen.
Tanda : Berhati - hati pada area yang sakit, prilaku distraksi, mengerutkan wajah.
6)      Pernafasan Gejala : Kesulitan bernafas, lapar nafa, batuk (mungkin gejala yang ada ), riwayat bedah dada/ trauma.
Tanda : Takipneu, peningkatan kerja nafas, penggunaan obat bantu pernafasan pada dada, leher, retraksi interkonstal, bunyi nafas menurun atau tidak, observasi dan palpasi dada, kulit pucat, sianosis, berkeringat, mental ansietas, gelisah, bingung, pingsan.
7)      Keamanan
Gejala : Adanya trauma dada, radiasi kemoterapi untuk keganasan
8)      Penyuluhan / pembelajaran
Gejala : Riwayat faktor resiko keluarga, adanya bedah intratorakal / biopsi paru.
g.      Pemeriksaan fisik
1)      Keadaan Umum : Kesadaran pasien, kondisi pasien, suhu, nadi, TD, Pernafasan TB dan BB.
2)      Keadaan Khusus
Kepala : Keadaan rambut, kekuatan rambut dan kebersihan rambut.
Mata : Keadaan palpebra, sklera
Hidung : Luka / kebersihan dan penciuman.
Gigi dan mulut : bentuk, keadaan selaput lendir, keadaan mulut, luka atau perdarahan dan keadaan gigi.
Telinga : Bentuk, pendengaran dan kebersihan.
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran kelenjar tiroid.
Dada : Bentuk, bunyi jantung, pergerakan dada.
Abdomen : Peristaltik usus, umbilikus, turgor.
Genitalia : Perdarahan, pengeluaran cairan.
Ekstremitas : Bentuk pergerakan, edema dan varises.
h.      Pemeriksaan Laboratorium : Foto Toraks, Analisa Gas Darah.
2.      Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan adalah tahap kedua dalam proses keperawatan setelah pengkajian dimana diagnosa keperawatan merupakan masalah – masalah yang muncul dari respon klien.
a.       Tidak efektifnya pola pernafasan berhubungan dengan ekpansi paru yang tidak maksimal karena akumulasi udara.
b.      Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.
c.       Perubahan kenyamanan : nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme otot sekunder.
d.      Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan pemasangan alat invasive
e.       Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme sekunder terhadap luka drainage.
f.       Kurang pengetahuan mengenai kondisi penyakit berhubungan dengan kurang terpajannya informasi.
3.      Perencanaan Keperawatan
Perencanaan adalah tahap ketiga dari proses keperawatan dimana tujuan atau hasil ditentukan dari intervensi yang dipilih. Adapun rencana keperawatan adalah bukti tertulis dari tahap kedua dan tahap - tahap proses keperawatan yang mengidentifikasi masalah atau kebutuhan klien, tujuan atau hasil keperawatan dan intervensi untuk mencapai hasil yang diharapkan serta menangani masalah atau kebutuhan klien.
Permulaan untuk merencanakan keperawatan umumnya adalah membuat prioritas masalah sehingga perhatian perawat dan tindakan yang dilakuakan difokuskan dengan tepat. Dalam menentukan prioritas masalah diurutkan berdasarkan Hierarki Maslow.
Setelah memprioritaskan masalah klien ditetapkan tujuan tindakan, adapun tujuan tersebut ada dua yaitu tujuan jangka panjang dan tujuan jangka pendek. Tujuan jangka panjang adalah tujuan yang tidak dicapai sebelum pemulangan tetapi menentukan perhatian yang terus menerus dari klien atau orang lain. Sedangkan tujuan jangka pendek adalah tujuan yang biasanya harus di capai sebelum pemulangan pemindahan ke tingkat yang lebih akut.
Tahap berikutnya dalam membuat proses keperawatan adalah menentukan tujuan. Dalam menentukan tujuan harus terdiri dari SMART ( Spesifik, measurable, achiveable, reality, time ) Adapun perencanaan keperawatan pada penyakit Pneumotoraks sebagai berikut :
a.       Tidak efektifnya pola pernafasan berhubungan dengan ekpansi paru yang tidak maksimal karena akumulasi udara.
Tujuan : Pola pernafasan efektif.
Kriteria Hasil :       Memperlihatkan frekuensi pernafasan yang efektif.
Mengalami perbaikan pertukaran gas pada paru.
Sesak berkurang
Intervensi
1)      Identifikasi faktor pencetus
2)      Kaji fungsi pernafasan kecepatan terjadinya sianosis dan perubahan TTV
3)      Auskultasi bunyi nafas
4)      Catat pengembangan dada dan fungsi trackea.
5)      Atur posisi pasien senyaman mungkin
6)      Kolaborasi pemberian O2.
7)      Kolaborasi cek AGD, foto thorak
b.      Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.
Tujuan : Kebutuhan klien akan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil :        Nafsu makan bertambah
Makan habis 1 porsi
BB dapat batas ideal
Intervensi
1)      Kaji kebiasaan makan makanan kesukaan atau ketidaksukaan
2)      Timbang berat badan klien setelah sakit
3)      Anjurkan klien makan dalam porsi kecil tapi sering
4)      Beri motivasi klien untuk menghabiskan porsi makannuya
5)      Hidangkan makanan selagi hangat
6)      Jelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat untuk proses penyembuhan
7)      Kolaborasi dengan ahli gizi untuk memberikan diit makanan
8)      Kolaborasi pemberian obat anti emetik
c.       Perubahan kenyamanan : nyeri berhubungan dengan trauma jaringan reflek spasme otot sekunder.
Tujuan : Nyeri berkurang / hilang.
Kriteria Hasil :       Dapat mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan / menurunkan nyeri.
Pasien tidak gelisah.
Intervensi :
1)      Kaji penyebab nyeri, intensitas nyeri, karakteristik nyeri, dan skala nyeri
2)      Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan non invasif.
3)      Ajarkan teknik relaksasi distraksi untuk mengurangi rasa nyeri.
4)      Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri
5)      Berikan posisi yang membuat pasien merasa nyaman.
6)      Tingkatkan pengetahuan pasien tentang sebab – sebab terjadinya nyeri.
7)      Kolaborasi pemberian analgetik.
d.      Gangguan pemenuhan kebutuhan aktifitas berhubungan dengan pemasangan alat invasif.
Tujuan : klien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
Kriteria hasil : Klien dapat melakukan aktivitas secara bertahap.
Intervensi :
1)      Observasi selang WSD sebelum dan sesudah klien melakukan aktivitas.
2)      Anjurkan keluarga dalam membantu aktivitas klien.
3)      Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas secara perlahan-lahan.
4)      Observasi TTV sebelum dan sesudah melakukan aktivitas.
e.       Risiko terhadap infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme sekunder terhadap luka drainage.
Tujuan : Infeksi tidak terjadi / terkontrol
Kriteria hasil :        Tidak ada tanda – tanda infeksi seperti pus.
Luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
Intervensi :
1)      Kaji tanda - tanda infeksi pada area pemasangan selang WSD dan infuse
2)      Ganti balutan luka WSD dengan teknik steril setiap hari.
3)      Observasi Tanda - tanda vital
4)      Ganti alat tenun setiap hari.
5)      Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai instruksi dokter
f.       Kurang pengetahuan mengenai kondisi penyakit berhubungan dengan kurang terpajannya informasi.
Tujuan : Meningkatkan pengetahuan klien

Kriteria hasil :        Pengetahuan klien bertambah
Klien tenang dan rilek akan pengobatan yang akan dilakukan
Intervensi:
1)      Kaji tingkat pengetahuan klien
2)      Berikan pendidikan kesehatan tentang penyakit Pneumotoraks baik dalam bentuk tertulis maupun verbal.



















 



Daftar Pustaka


Astowo, Pudjo dkk.2010. Pulmonologi Intervensi dan Gawat Darurat Napas. Jakarta: Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Marilyn, E. Doengoes. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Price, A Sylvia dan Lorraine M. Wilson.2003. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Mansjoer, Arif dkk.2000.Kapita Selekta Kedokteran Edisi ketiga jilid 1.Jakarta: Media Aesculapius.
Blogger.2011.Asuhan Keperawatan Pneumotoraks di kutip dalam
http://askepbdg.blogspot.com/2011/07/pneumotoraks.html pada 13 Februari 2012 pukul 08.45.
Medlinux.2009. Pneumotoraks di kutip dalam
http://medlinux.blogspot.com/2009/02/pneumotoraks.html pada 12 Februari 2012 pukul 21.11.
Medicastoer.2009. Pneumotoraks di kutip dalam
Medicastoer.2009. Efusi Pleura di kutip dalam
Faradila, Nova.2009. Hidropneumotoraks di kutip dalam

Komentar

  1. jadi meski waspada sekarang mah dengan semua penyakit itu, karena bisa berbahaya juga :D

    http://obattradisional22.com/obat-tradisional-pneumotoraks/

    BalasHapus
  2. Bagaimana jika hydropneumothoraks terjadi pada bayi..anak saya tidak punya riwayat penyakit paru tiba2 di diagnosa penyakit tsb.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Askep Abortus